Sejarah mencatat, Renaisans adalah sebuah masa yang berlangsung
selama 25 sampai 50 tahun terutama berpusat pada tahun 1500. Dapat
ditandai melalui kebangkitan seni, pemikiran dan sastra yang menarik
keluar Eropa dari kegelapan intelektual selama abad pertengahan.
Renaisans bukanlah sebuah perpanjangan alamiah dari abad pertengahan,
melainkan sebuah revolusi kebudayaan. Sebuah reaksi terhadap kelakuan
dan tradisi abad itu yang cenderung kolot.
Berdasarkan definisi, kata “renaisans” bermakna kehidupan atau
bangkit kembali. Masa yang dikenal sebagai Renaisans dianggap sebagai
penemuan kembali masa keemasan peradaban Yunani dan Romawi. Faktanya,
meskipun pada zaman Renaisans banyak orang membaca sastra klasik dan
mempertimbangkan kembali pemikiran klasik, maksud sesungguhnya dari
Renaisans adalah inovasi dan penemuan. Universitas-universitas didirikan
hampir di seluruh Eropa, disertai munculnya kesadaran untuk
menyebar-luaskan ide-ide.
Diantara tokoh-tokoh seni di masa keemasan Renaisans adalah Sandro
Botticelli, Michaelangelo, Buonarruti dan Leonardo da Vinci. Para
seniman ini membantu revolusi seni dengan cara mempelajari detil
bentuk-bentuk alamiah dan interaksi antara cahaya dan bayangan pada
bentuk tersebut.
Pada saat yang nyaris bersamaan, Christoper Columbus melakukan
pelayaran bersejarahnya di tahun 1492. Michaelangelo masih hidup ketika
Ferdinand Magellan mengelilingi bola dunia. Mereka adalah orang-orang
yang membuka jalan bagi generasi-generasi seniman dan para pencipta lagu
di masa mendatang.
Sementara di bidang ilmu pengetahuan, muncul nama-nama seperti
Nicolas Kopernick (Copernicus) yang memutuskan bahwa bumi berputar
mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya sebagaimana yang diyakini
orang-orang saat itu. Saat itu juga, Galileo Galilei menyimpulkan
beberapa buah bulan di sekitar Jupiter dan cincin yang mengelilingi
Saturnus.
Ranaisans adalah sebuah tonggak sejarah karena secara tiba-tiba mempengaruhi perjalanan sejarah dari seni dan kebudayaan barat.
Kekuasaan yang bersifat mutlak cenderung korup, demikian juga halnya
dengan gereja. Salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan gereja pada
masa itu adalah pemberian janji kepada para pengangut Kristen. Jika
mereka membayar sejumlah uang untuk gereja, maka mereka akan selamat
dari murka Tuhan.
Pada abad ke-14, sejumlah agamawan terkemuka, seperti John Wycliffe
di Inggris dan John Huss di Praha, Ceko, mulai berbicara lantang
menentang praktek terlarang yang dilakukan gereja ini. Bersamaan dengan
itu, terjadi gelombang ketidakpuasan yang muncul di gereja itu sendiri.
Suasana yang pada awalnya tertutup, akhirnya meledak ketika pada tanggal
31 Oktober 1517, seorang pendeta bernama Martin Luther menempelkan
sebuah poster – lebih tepatnya sebuah dokumen – di pintu sebuah kastil
di Wittenberg, Jerman. Dokumen ini berjudul “95 tesis terhadap
penyalahgunaan agama”. Menuduh Uskup Albrecht of Mainz telah melakukan
penipuan dengan cara menjual keyakinan pengikutnya (diduga mengantongi
uang dari hasil penjualan itu). Luther juga mengutuk praktek penjualan
agama secara umum.
Akibat ulahnya, Luther dihukum dengan cara dikucilkan dari gereja
pada tahun 1521. Hasil dari keberaniannya itu, akhirnya diikuti oleh
banyak penganut Kristen lainnya. Kemudian orang-orang ini disebut
Protestan, karena protes yang mereka tujukan secara umum kepada
gereja-gereja Romawi.
Luther sendiri kemudian membentuk sebuah gerakan agama baru yang
tetap mengakui agama Kristen namun menolak otoritas politik gereja
Romawi. Kelompok ini lalu disebut orang-orang Lutheran, yang sampai
sekarang adalah agama dominan di negara-negara Skandinavia, sebagian
besar Jerman dan sebagian kecil di Amerika Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar