Rabu, 04 Maret 2015

Rennaissance

Sejarah mencatat, Renaisans adalah sebuah masa yang berlangsung selama 25 sampai 50 tahun terutama berpusat pada tahun 1500. Dapat ditandai melalui kebangkitan seni, pemikiran dan sastra yang menarik keluar Eropa dari kegelapan intelektual selama abad pertengahan. Renaisans bukanlah sebuah perpanjangan alamiah dari abad pertengahan, melainkan sebuah revolusi kebudayaan. Sebuah reaksi terhadap kelakuan dan tradisi abad itu yang cenderung kolot.
Berdasarkan definisi, kata “renaisans” bermakna kehidupan atau bangkit kembali. Masa yang dikenal sebagai Renaisans dianggap sebagai penemuan kembali masa keemasan peradaban Yunani dan Romawi. Faktanya, meskipun pada zaman Renaisans banyak orang membaca sastra klasik dan mempertimbangkan kembali pemikiran klasik, maksud sesungguhnya dari Renaisans adalah inovasi dan penemuan. Universitas-universitas didirikan hampir di seluruh Eropa, disertai munculnya kesadaran untuk menyebar-luaskan ide-ide.
Diantara tokoh-tokoh seni di masa keemasan Renaisans adalah Sandro Botticelli, Michaelangelo, Buonarruti dan Leonardo da Vinci. Para seniman ini membantu revolusi seni dengan cara mempelajari detil bentuk-bentuk alamiah dan interaksi antara cahaya dan bayangan pada bentuk tersebut.

Pada saat yang nyaris bersamaan, Christoper Columbus melakukan pelayaran bersejarahnya di tahun 1492. Michaelangelo masih hidup ketika Ferdinand Magellan mengelilingi bola dunia. Mereka adalah orang-orang yang membuka jalan bagi generasi-generasi seniman dan para pencipta lagu di masa mendatang.
Sementara di bidang ilmu pengetahuan, muncul nama-nama seperti Nicolas Kopernick (Copernicus) yang memutuskan bahwa bumi berputar mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya sebagaimana yang diyakini orang-orang saat itu. Saat itu juga, Galileo Galilei menyimpulkan beberapa buah bulan di sekitar Jupiter dan cincin yang mengelilingi Saturnus.
Ranaisans adalah sebuah tonggak sejarah karena secara tiba-tiba mempengaruhi perjalanan sejarah dari seni dan kebudayaan barat.
Kekuasaan yang bersifat mutlak cenderung korup, demikian juga halnya dengan gereja. Salah satu bentuk penyimpangan yang dilakukan gereja pada masa itu adalah pemberian janji kepada para pengangut Kristen. Jika mereka membayar sejumlah uang untuk gereja, maka mereka akan selamat dari murka Tuhan.
Pada abad ke-14, sejumlah agamawan terkemuka, seperti John Wycliffe di Inggris dan John Huss di Praha, Ceko, mulai berbicara lantang menentang praktek terlarang yang dilakukan gereja ini. Bersamaan dengan itu, terjadi gelombang ketidakpuasan yang muncul di gereja itu sendiri. Suasana yang pada awalnya tertutup, akhirnya meledak ketika pada tanggal 31 Oktober 1517, seorang pendeta bernama Martin Luther menempelkan sebuah poster – lebih tepatnya sebuah dokumen – di pintu sebuah kastil di Wittenberg, Jerman. Dokumen ini berjudul “95 tesis terhadap penyalahgunaan agama”. Menuduh Uskup Albrecht of Mainz telah melakukan penipuan dengan cara menjual keyakinan pengikutnya (diduga mengantongi uang dari hasil penjualan itu). Luther juga mengutuk praktek penjualan agama secara umum.
Akibat ulahnya, Luther dihukum dengan cara dikucilkan dari gereja pada tahun 1521. Hasil dari keberaniannya itu, akhirnya diikuti oleh banyak penganut Kristen lainnya. Kemudian orang-orang ini disebut Protestan, karena protes yang mereka tujukan secara umum kepada gereja-gereja Romawi.
Luther sendiri kemudian membentuk sebuah gerakan agama baru yang tetap mengakui agama Kristen namun menolak otoritas politik gereja Romawi. Kelompok ini lalu disebut orang-orang Lutheran, yang sampai sekarang adalah agama dominan di negara-negara Skandinavia, sebagian besar Jerman dan sebagian kecil di Amerika Utara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar