Analisis Restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah
satu teknik pertama yang secara luas digunakan untuk mendeteksi variasi
pada tingkat sekuen DNA. Deteksi RFLP dilakukan berdasar pada adanya
kemungkinan untuk membandingkan profil pita-pita yang dihasilkan setelah
dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi terhadap DNA target/dari
individu yang berbeda. Berbagai mutasi yang terjadi pada suatu organisma
mempengaruhi molekul DNA dengan berbagai cara, menghasilkan
fragmen-fragmen dengan panjang yang berbeda. Perbedaan panjang fragmen
ini dapat dilihat setelah dilakukan elektroforesis pada gel, hibridisasi
dan visualisasi. Aplikasi teknik RFLP biasa digunakan untuk mendeteksi
diversitas genetic, hubungan kekerabatan, sejarah domestikasi, asal dan
evolusi suatu spesies, genetic drift dan seleksi, pemetaan keseluruhan
genom, tagging gen, mengisolasi gen-gen yang berguna dari spesies liar,
mengkonstruksi perpustakaan DNA.
Langkah-langkah kerja untuk mendeteksi RFLP di laboratorium meliputi :
1. Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan tahap pertama dari berbagai teknologi analisis DNA
DNA dapat ditemukan baik pada kromosom inti maupun pada organel yaitu
pada mitokondria dan kloroplas. Untuk mengekstrak DNA diperlukan
langkah-langkah laboratorium untuk memecahkan dinding sel dan membran
inti, dan dilanjutkan dengan pemisahan DNA dari berbagai komponen sel
yang lain. Pada saat melakukannya harus dijaga agar DNA tidak rusak dan
didapatkan DNA dalam bentuk rantai yang panjang.
Proses pengeluaran
DNA dari tempatnya berada (ekstraksi atau lisis) biasanya dilakukan
dengan homogenasi dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis
untuk mencegah DNA rusak. Untuk membantu terjadinya lisis biasanya
dilakukan inkubasi pada suhu sekitar 60oC. Dalam proses ini biasa
digunakan senyawa senyawa phenol, chloroform dan isoamyl alcohol untuk
memaksimalkan proses lisis. Proses selanjutnya adalah pemisahan DNA
dari komponen sel yang lain atau kontaminan yang tidak diinginkan.
Pemisahan DNA dari komponen sel yang lain, termasuk debris sel,
dilakukan dengan sentrifugasi.
Kontaminan yang umum ditemukan adalah
polisakarida yang dapat mengganggu proses PCR dengan cara menghambat
aktivitas Taq polymerase, atau poliphenol yang dalam bentuk teroksidasi
akan mengikat DNA secara kovalen. Untuk menghindarkan hal ini jaringan
yang digunakan dijaga tetap dingin sebelum dan selama proses ekstraksi.
Selain itu dilakukan penambahan antioksidan seperti PVP. Setelah
dilakukan ekstraksi dilakukan presipitasi DNA dengan menggunakan ethanol
atau isopropanol. Selain DNA semua bahan yang lain kan larut dalam
ethanol dingin. Sehingga saat dilakukan sentrifugasi DNA akan mengendap
dan terpisah dari senyawa-senyawa/bahan lain.
Sebagai bahan untuk
RFLP harus digunakan DNA yang bersih dari kontaminan (mempunyai
kemurnian tinggi) dan dengan berat molekul yang tinggi. Selama proses
ekstraksi DNA beberapa hal yang dapat terjadi adalah :
- DNA patah-patah selama proses isolasi
- DNA terdegradasi oleh enzim nuclease
- Terjadi kontaminasi oleh polisakarida
- Metabolit sekunder ikut terisolasi
2. Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi) dan elektroforesis gel
DNA hasil isolasi kemudian dipotong dengan enzim restriksi tertentu yang
dipilih dengan hati-hati. Setiap enzim restriksi pada kondisi yang
sesuai akan mengenali dan memotong DNA sehingga dihasilkan
fragmen-fragmen DNA. Fragmen-fragmen tersebut selanjutnya
dielektroforesis pada gel agarosa. Karena fragmen-fragmen tersebut
tidak akan terlihat sebagai smear berkesinambungan bila diwarnai dengan
ethidium bromide, maka pewarnaan saja umumnya tidak dapat mendeteksi
adanya polimorfisme. Dengan demikian perlu dilakukan hibridisasi dan
visualisasi untuk mendeteksi fragmen tertentu. Hibridisasi dan visuali
sasi dilakukan dengan Southern blotting.
3. Transfer DNA dengan Southern blotting
Proses hibridisasi dan visualisasi diawali dengan transfer DNA dari gel
agarose ke nilon berpori atau membrane nitroselulosa. Transfer DNA
disebut ‘Southern blotting’, mengacu kepada nama penemu teknik tersebut
yaitu E.M. Southern (1975). Pada metode ini mula-mula gel didenaturasi
dengan larutan dasar dan diletakkan pada suatu nampan. Selanjutnya di
atas gel hasil elektroforesis diletakkan nilon berpori atau membrane
nitroselulosa, kemudian di atasnya diberi pemberat. Semua fragment
hasil pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya berada pada
gel akan ditransfer secara kapiler ke membrane tersebut dalam bentuk
untai tunggal. Pola fragmen akan sama dengan yang berada pada gel.
4. Hibridisasi DNA
DNA yang ditransfer pada nilon berpori atau membrane nitroselulosa
selanjutnya dihibridisasi dengan probe. Membran diinkubasi bersama
probe DNA. Bila antara probe dan DNA target merupakan komplemen maka
akan terjadi hibridisasi. Bila probe yang digunakan dilabeli maka
selanjutnya dupleks yang terjadi dapat dideteksi. Bila kondisi
hibridisasi yang digunakan mempunyai stringency yang tinggi (highly
stringent), maka tidak akan terjadi hibridisasi dengan DNA yang
mempunyai kekerabatan yang jauh atau non homolog. Jadi probe DNA akan
mengenali hanya sekuen yang komplemen dan secara ideal homolog diantara
beribu-ribu atau bahakan berjuta-juta fragmen yang bermigrasi sepanjang
gel. Fragmen yang diinginkan dapat dideteksi setelah dilakukan
pemaparan membrane yang telah mengalami hibridisasi pada film.