Alasan mengapa dinamakan Angkatan Balai Pustaka adalah, karena penerbit yang paling banyak menerbitkan buku-buku sastra pada masa itu adalah Penerbit Balai Pustaka. Selain itu, Balai Pustaka juga banyak menerbitkan buku-buku sastra daerah yang tersebar di Indonesia.
Balai Pustaka berawal dari komisi pemerintahan Kolonial Belanda yang
ingin memberikan bacaan buat para pribumi dan bacaan Rakyat. Balai
Pustaka muali dibentuk pada 14 September
1908, pada awal pembentukannya, Balai Pustaka Masih bernama awal
Commissie Voor De Inlandsche en Volkslecturr yang di ketuai oleh Dr.
G.A.J. Hazeu. Balai Pustaka resmi di buka sesudah mendapatkan keputusan
dari Gubernemen. Sejak saat itu, Balai Pustkana mulai memproduksi
bacaan-bacaan yang memiliki unsur moral dan budaya. Sejak saat itu juga
muncul berbagai sastrawan yang menerbitkan karya-karyanya Melalui Balai
Pustaka. Pada tahun 1917, Nama Balai Pustaka resmi digunakan untuk
mengganti nama lama yang masih menggunakan Bahasa Belanda.
Tujuan utama didirikannya Balai Pustaka adalah untuk menyingkirkan
bacaan-bacaan sastra Melayu Rendah yang kental dengan kisah Cabul, dan
mayoritas isinya menyinggung pemerintahan dan memiliki unsur politis
tertentu. Balai Pustaka juga mendirikan Komisi Bacaan Rakyat, yang
bertujuan untuk menghanyutkan rakyat Indonesia ke dalam perintah Belanda
melalui tulisan-tulisan atau buku-buku yang menguntungkan pihak
Belanda. Selain itu, Belanda juga menerjemahkan beberapa Sastra Eropa ke
Bahasa Indonesia, agar rakyat Indonesia melupakan identitas dan informasi bangsanya sendiri.
Balai pustka juga mengontrol bacaan-bacaan liar yang diterbitkan oleh
berbagai penerbit lain, yang dirasa menyinggung pihak Belanda.
Berdirinya balai Pustaka sudah menutupi karya-karya yang diterbitkan
oleh penerbit Swasta. Untuk menjaga agar buku-buku Balai Pustaka tetap
pada peraturan Belanda. Balai Pustaka memberlakukan Sensor Nota Rinkes
kepada setiap karya-karya yang akan di publikasikan. Hal ini dilakukan
untuk mencegah adanya karya yang menyinggung pihak belanda. Oelh karena
itu, buku-buku terbitan Balai Pustaka cenderung menampilkan tokoh-tokoh
yang karikatur.
Usaha Balai Pustaka menerbitkan buku-buku bacaan mencapaikemajuan yang
sangat pesat. Semenjak tahun 1911 pemerintahmenyelenggarakan
perpustakaan. Karena Balai Pustaka sebagai BadanPenerbitan dan Pusat
Kasusastraan menerima naskah karangan yang banyak sekali, maka
petugas-petugas di Balai Pustaka mulai mengadakan penyaringandan
seleksi. Cara demikian ada baiknya sebab dengan demikian
pengarangmendapat bimbingan dalam hal karang-mengarang tetapi juga ada
seginegatifnya sebab isi karangan sering harus disesuaikan dengan
syarat-syaratyang telah ditetapkan oleh pemerintah jajahan.
1.Tidak boleh menyinggung agama atau adat, dalam arti dapatmenimbulkan rasa kecewa atau permusuhan diantara salah satu golongan.
2.Tidak boleh membicarakan politik yang bertentangan dengan politik pemerintah (penjajah).
3.Tidak boleh melanggar garis susila.
Sastrawan yang menerbitkan karyanya di Balai Pustaka kebanyakan dari Sumatra. Sehingga karya-karyanya angkatan Balai Pustaka
kebanyakan menggunakan Bahasa Melayu, namun ada juga karya yang
menggunakan bahasa Jawa dan Sunda. Angkatan Balai Pustaka juga dikenal
sebagai angkatan 20, karena Balai Pustka berpijak pada kultur Indonesia
abad 20. Sastra Balai Pustaka sebenarnya adalah “sastra daerah”, bukan
saja dalam arti menggunakan bahasa daerah tetapi juga menggarap tema –
tema kedaerahan, bisa dilihat dari karya – karya yang lahir pada saat
itu. Zaman keemasan Balai Pustaka sekitar tahun 1948 hingga pertengahan
tahun 50-an ketika dipimpin oleh K.St. Pamoentjak dan mendominasi
penerbitan buku – buku sastra dan sejumlah pengarang Indonesia
bermunculan seperti H.B.Jassin, Idrus, M.Taslim, dan lain – lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar