Rabu, 25 Februari 2015

Imperial terbesar

Suatu kerajaan memperbesar pengaruhnya dengan memperluas wilayahnya. Keadidayaan suatu kerajaan di lihat dari luas wilayah, banyaknya penduduk, ekonomi, berapa lama suatu kerajaan itu berdiri dan juga banyak faktor lain yang mempengaruhi seperti pemerintahannya dan undang-undangya, ataupun juga kebahagiaan penduduknya. Berikut adalah 10 kerajaan terbesar yang pernah ada dalam sejarah :

10. Kerajaan Akkadia (2300 SM–2200 SM) Kerajaan Akkadia berpusat di kota Akkad (Irak Kuno). Bangsa Akkadia nenek moyang bangsa-bangsa Babilonia dan Assyria. Keraajan ini berada pada puncak kejayaannya pada abad ke 24 dan 22 sebelum Masehi. Ini dianggap sebagai kerajaan pertama yang ada di bumi. Luas wilayahnya mencapai 0.8 juta km persegi]

9. Kerajaan Persia (550 SM–330 SM) Kerajaan Persia, Iran Kuno, adalah perkembangan dari kerajaan Median, mengatur sebagian besar wilayah arab dan sekitarnya. Median dan Persia juga dikenal sebagai kerajaan Medo-Persia adalah gabungan dari kerajaan-kerajaan sebelum masanya. Dibangun oleh Sirus Yang Agung dan menguasai beberapa benua yaitu Asia, Eropa dan Afrika. Pada masa puncaknya, kerajaan ini meliputi wilayah Iran, Afganistan, Pakistan, beberapa bagian Asia tengah, Asia Kecil, Thrace (Eropa Tenggara-Balkan) dan Makedonia, sebagian besar wilayah sekitar Laut Hitam, Irak, Arab Utara, Yordania, Palestina, Israel, Lebanon, Syria, Mesir Kuno sampai ke Libya. Dalam sejarah bangsa Barat, kerajaan ini tercatat sebagai musuh dari kerajaan Yunani dalam Perang Greco-Persia, sebagai antisipasi dari budak termasuk diantaranya bangsa yahudi sebagai tahanan bangsa Babilonia dan kemauan untuk penggunaan bahasa yang sama dalam wilayah ini. Kerajaan Persia ini kemudian diserang oleh Aleksander III dari Makedonia dan sesudah itu kerajaan inipun (Makedonia) runtuh dan tercerai-berai pada 330 SM menjadi Kerajaan Ptolemaic (Mesir) dan Kerajaan Seleucid. Kerajaan ini adalah kerajaan terbesar dalam sejarah. Pada masa puncak kejayaannya, wilayahnya melampaui 8.000.000 km persegi.

8. Kekaisaran Romawi (27 SM– 476/1453 M) Tipe pemerintahan kerajaan ini adalah aristokastik dan wilayahnya meliputi Eropa dan sekitar Mediterania. Kerajaan ini lemah setelah diterpa perang sipil. Beberapa peristiwa perubahan sistem pemerintahan dari Republik ke Kerajaan ditandai dari terpilihnya Julius Caesar sebagai diktator yang berkuasa pada 44 SM, dan Perang Actium ( 2 September 31 SM). Perluasan wilayah Romawi bermula ketika sistem pemerintahanya berbentuk republik, dan mencapai puncak kejayaannya sewaktu berbentuk kekaisaran, tepatnya Kaisar Trajan. Luas wilayahnya pada waktu itu adalah 6.500.000 km persegi. Karena kerajaan ini berlangsung sangat lama, pengaruhnya dalam bahasa, agama, arsitektur, filosofi, hukum dan sistem pemerintahanya tetap ada sampai sekarang.

7. Kekalifahan Ummayah (661 M – 750 M) Sistem Kekalifahan adalah suatu bentuk pemerintahan Islam sebagai bentuk kesatuan politik dan kepemimpinan Muslim di seluruh dunia. Kalifah adalah pemimpin muslim setelah Nabi Muhammad. Kekalifahan Ummayah adalah kalifah kedua dari 4 kalifah dan di atur oleh dinasti Ummayah. Nama ini diambil dari Umayya ibn Abd Shams, moyang dari Kalifah Ummayah yang pertama. Meskipun keluarga Ummayah berasal dari Mekah, mereka memilih Damaskus sebagai ibukotanya. Kekalifahan Ummayah ini adalah bangsa Arab-Islam terbesar dalam sejarah. Luas wilayahnya mencapai 5.000.000 km2. 6. Dinasti Qing (1890–1912) Dinasti Qing adalah dinasti terakhir di China. Bermula dari Dinasti Ming dan berlanjut dalam bentuk Republik Rakyat China. Dinasti ini dibentuk oleh klan Manchuria Aisin Gioro (sekarang timur laut china). Berawal dari tahun 1644 dan memperluas wilayahnya di sekitar china membentuk Kekaisaran Qing yang Agung. Dinasti ini menyatukan china pada 1683. Dinasti Qing kemudian jatuh setelah Revolusi Xinhai, ketika Empress Dowager Longyu melepaskan tahtanya sebagai kaisar, Puyi pada 12 febrari 1912. Wilayahnya mencapai 14.700.000 km2.

5. Kekaisaran Rusia (1721–1917) Kekaisaran ini berawal dari 1721 dan berakhir pada Revolusi Rusia 1917. Kekaisaran ini adalah kelanjutan dari Tsar Rusia dan menjadi Uni Soviet. Pada 1866, kekaisaran ini memperluas wilayahnya dari Eropa timur ke Asia dan Afrika Utara. Pada awal abad 19, Rusia adalah negara terbesar di dunia. Wilayahnya mencakup Benua Artika di utara sampai Laut Hitam di selatan, Laut Baltik di barat sampai ke Samudra Pasifik di sebelah timur.

4. Kekaisaran Mongolia (1206–1368) Kekaisaran Mongolia berawal dari abad 13 sampai abad 14. Wilayahnya membentang dari eropa timur ke Asia. Kekaisaran ini adalah gabungan dari bangsa Mongol dan Turki setelah Genghis Khan diproklamirkan sebagai pemimpinnya pada 1206. Pada masa puncak kejayaanya, wilayahnya membentang dari Sungai Danube di eropa sampai ke laut jepang. dan dari Benua Artika sampai ke Kamboja. Luas wilayahnya mencapai 24.000.000 km2. Pada 1294, kekaisaran mongol pecah menjadi 4 bagian.

3. Kerajaan Mogul (1526–1858) Kerajaan Mogul adalah kerajaan Islam yang mengatur sebagian besar wilayah India dan berawal pada 1526. Kerajaan ini mengatur sebagian besar Asia Selatan pada akhr abad 17 dan awal abad 18 dan berakhir pada pertengahan abad 19. Kerajaan Mogul adalah keturunan dari Timurid dari Turkistan pada tahun 1700-an, kerajaan ini mencakup seluruh daratan India. Wilayahnya pada waktu itu 4.000.000 km2. Kerajaan ini bermula dari kepemimpinan Jalaluddin Mohammad Akbar atau Akbar yang Agung dan berakhir pada 1707 setelah kematian Kaisar Aurangzeb meskipun masih berlangsung sampai 150 tahun kemudian. Pada masa ini ilmuwan Muslim mengawali peradaban ilmu pengetahuan modern.

2. Kerajaan Inggris Kerajaan inggris terdiri dari domini, koloni, protektorat, mandat dan semua wilayah yang di atur oleh kerajaan Inggris. Sampai tahun 1922 Kerajaan Inggris memiliki 450 juta jiwa dan itu merupakan 1/4 penduduk dunia waktu itu. Wilayahnya seluas 33.700.000 km2. dan mempunyai kekuatan militer paling besar dalam sejarah
 
1. Kekaisaran Ottoman (Turki 1299–1923) Adalah kerajaan Islam berlangsung dari 1 November 1299 sampai 24 Juli 1924. Pada masa kejayaannya, kekaisaran ini meliputi 3 benua, mengatur sebagian besar Asia Barat, Timur dan Tenggara Eropa, daerah pegunungan Kaukasus dan Afrika Utara. Kekaisaran ini berlangsung paling lama yaitu selama 7 abad. Mereka juga toleran terhadap umat Kristen dan Yahudi.

Battle of Berlin

Pertempuran Berlin adalah salah satu pertempuran di babak akhir (1944-1945) pada perang dunia kedua di Front Timur (eropa). Sesuai namanya, pertempuran ini terjadi di kota Berlin, kota yang menjadi pusat kekuasaan Nazi Jerman sekaligus menjadi incaran sekutu barat maupun pihak Soviet yang berlomba - lomba untuk mendapatkan kota ini, yang akhirnya dimenangkan oleh pihak Soviet karena pimpinan pasukan sekutu barat, Dwight D Eisenhower, memutuskan untuk membiarkan pasukan Soviet untuk mengambil kota tersebut, namun tetap menyerang Berlin melalui air raid besar - besaran oleh bomber - bomber sekutu.






Eisenhower bersama dengan Churchill, PM Inggris semasa PD2

Pertempuran Berlin menandai runtuhnya kekuasaan Nazi secara total dengan peristiwa kematian Hitler, dan menjadi salah satu pertempuran yang paling berdarah yang berlangsung selama beberapa minggu, dengan korban total sebesar 100.000 (perhitungan Jerman) sampai 500.000 (perhitungan Soviet) tentara tewas dan sekitar 22.000 rakyat sipil tewas

AWAL MULA

Alasan mengapa Stalin ingin sekali menguasai Berlin secepatnya adalah karena Berlin mempunyai banyak aset strategis, terutama kemungkinan tentang blueprint program bom atom Jerman. Selain itu, Stalin juga ingin menjadikan jatuhnya Berlin sebagai "hadiah" pada saat perayaan hari buruh 1 Mei tahun 1945.

Untuk merebut Berlin, Soviet mengirim 2.500.000 pasukan yang dilengkapi dengan kendaraan lapis baja dan puluhan ribu artileri. Di sisi lain, pihak Jerman hanya memiliki sekitar 700.000 pasukan sedang di dalam Berlin sendiri hanya ada sekitar 45.000 tentara dibantu dengan 40.000 Volksstrum (tentara rakyat/militia).

Jendral Gotthard Heinrichi, panglima utama Army Group Vistula yang bertahan di luar Berlin di pinggir sungai Oder, memilih untuk tidak bertahan di pinggiran sungai, namun di daerah yang bernama Seelow Heights dengan membangun parit, bunker, dan meletakkan banyak senjata anti - tank disana. Hal ini melambatkan gerak maju pasukan Soviet dalam waktu yang cukup lama, namun tidak bisa menghentikannya.


Gotthard Heinrichi

Jatuhnya pertahanan di Seelow Heights menyebabkan pasukan Soviet dengan cepat mampu melakukan gerakan mengepung kota Berlin yang kemudian dilanjutkan dengan serangan artileri besar - besaran ke kota tersebut (yang oleh Soviet disebut sebagai "Hadiah ulang tahun Hitler"). Hal ini diperparah dengan serangan udara besar - besaran oleh sekutu terhadap kota Berlin, yang baru berhenti pada saat pasukan Soviet mulai memasuki kota Berlin.

Pada saat itu, Hitler, yang memilih bertahan di Berlin, marah besar dan menyalahkan para Jendralnya yang ia sebut tidak becus karena telah gagal menghentikan gerak maju pasukan Soviet sehingga kota Berlin akhirnya terkepung. Padahal jika dilihat pada kondisi pasukan Jerman sendiri, sebenarnya mempertahankan Berlin sudah tidak mungkin lagi. Selain karena jumlah pasukan yang sedikit, juga perlengkapan pasukan yang sangat kurang, ditambah terbatasnya jumlah mesin - mesin perang seperti Panzer yang diperparah dengan krisis stok bensin di angkatan perang Jerman.

PERTEMPURAN DALAM BERLIN

Kota Berlin, yang dikelilingi jutaan pasukan Soviet dari Army Group yang masing masing dipimpin Gregory Zhukov dan Ivan Konev, akhirnya mulai dimasuki Soviet pada tanggal 23 April 1945. Kota Berlin pada saat itu hanya dijaga oleh 45.000 pasukan beserta polis dan 40.000 Volksstrum/militia. Sebelumnya Hitler telah memerintahkan evakuasi terhadap sebagian besar panglima Wermacht (AD Jerman) dan SS (pasukan pribadi Hitler), sedang ia sendiri memilih untuk bertahan dalam kota. Pimpinan pasukan dalam kota diberikan kepada Helmuth Weilding.

Menggunakan pengalaman Urban Warfare yang dipelajari selama perang, pasukan Jerman mati - matian bertahan di dalam kota Berlin menghadapi serbuan massal pasukan Soviet yang berjumlah sekitar 1.500.000 pasukan. Namun, meskipun pasukan Jerman sudah bertahan mati - matian, tetap saja hasil akhir sudah jelas : Berlin tinggal menunggu waktu kejatuhannya.

Salah satu babak paling terkenal dalam pertahanan di Berlin adalah pertahanan di gedung Reichstag (parlemen) yang dipertahankan oleh sekitar 1.000 pasukan Jerman. Mereka mampu mempertahankan gedung tersebut dari 30 April hingga 2 Mei karena bermacam - macam pertahanan yang telah disiapkan di luar maupun dalam gedung tersebut, menjadikan gedung tersebut semacam ladang pembantaian. Namun karena jumlah pasukan yang sedikit, akhirnya pertahanan dalam gedung runtuh juga.


Pengibaran bendera di atas Reichstag

HITLER BUNUH DIRI


Hitler bersalaman dengan anggota Hitler Youth di luar Fuhrerbunker

Mengetahui bahwa kota Berlin tinggal mengunggu waktu jatuhnya saja, maka Hitler merasa bahwa sudah tiba saatnya bagi dia untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini diperkuat dengan adanya berita bahwa pemimpin SS, Heinrich Himmler, telah menawarkan menyerah kepada sekutu barat. Hal ini meyakinkan Hitler bahwa kebanyakan dari orang - orang kepercayaannya telah meninggalkan dia.

Tengah malam pada tanggal 28 April, Hitler memutuskan untuk menikahi kekasihnya Eva Braun di suatu acara seremonial sederhana di dalam Fuhrerbunker (bunkernya Hitler) di dalam kota Berlin. Ia lalu memanggil sekretarisnya Traudl Junge untuk menuliskan pesan dan wasiatnya yang salah satunya berupa memilih Laksamana Karl Doneitz sebagai penggantinya dan meminta agar tubuh ia dan istrinya dikremasi setelah meninggal, agar tidak menjadi "bulan - bulanan" Soviet jika mereka mencapai Fuhrerbunker.

Pada tanggal 30 April sekitar jam 3 siang, beberapa orang dalam Fuhrerbunker mendengar suara tembakan dari dalam ruangan pribadi Hitler. Ketika dimasuki, mereka menemukan mayat Hitler dengan luka tembak di kepala dan pistol di tangannya bersama mayat Eva Braun yang lalu diketahui telah menelan pil sianida. Sesuai dengan permintannya, saat itu juga mayat mereka berdua langsung dikremasi di luar Fuhrerbunker dan dilakukan secara diam - diam agar tidak ada orang luar yang melihat proses kremasi (meskipun akhirnya ada 2 orang luar yang tidak sengaja melihat peristiwa tersebut). Setelah itu, menteri propoganda, Joseph Goebbles bersama istri dan anak - anaknya juga turut melakukan bunuh diri, dan juga dikremasi.


Goebbles beserta keluarga

AKHIR PERTEMPURAN DAN HASIL

Pertempuran dalam Berlin akhirnya berhenti dengan menyerahnya pasukan Jerman beserta komandannya Weidling kepada pihak Soviet. Penyerahan diri tersebut diterima oleh Letjen Chuikov dalam format tertulis resmi. Setelah itu pihak Soviet menahan sekitar 180.000 orang.

Pada saat ini, meskipun sudah dilarang komando tinggi Soviet, banyak pasukan Soviet, terutama dari eselon belakang melakukan penjarahan dan pemerkosaan besar - besaran yang hampir - hampir tak terkendali, sehingga pihak komando tertinggi soviet terpaksa mengeluarkan perintah tembak di tempat jika ada tentara yang kedapatan menjarah atau memperkosa rakyat Berlin. Selain itu, dilakukan juga usaha besar-besaran untuk menyuplai rakyat Berlin yang sedang kekurangan makanan.

Dengan jatuhnya Berlin, maka kekuatan terakhir Nazi Jerman akhirnya runtuh (meskipun di beberapa tempat masih ada perlawanan). Hal ini mengakibatkan menyerahnya Jerman dan kapitulasi Jerman kepada pihak Soviet dan sekutu termasuk pembagaian Jerman barat dan timur, yang kelak menjadi titik awal konflik baru di dunia : Perang Dingin.

Runtuhnya Uni Soviet


Uni Soviet merupakan federasi negara -negara sosialis komunis yang dirintis berdirinya oleh Lenin dengan kaum Bolsheviknya setelaha dapat menggulingkan kekuasaaan Tsar Nicolas II tahun 1917 melalui Revolusi Bolshevik. Tahun 1922 Lenin mengganti Rusia menjadi Uni Soviet dengan Lenin sebagai pemimpinnya. Federasi ini beranggotakan antara lain Rusia,Lithuania, Latvia,Belarusia,Ukraina,Armenia,Georgia, dan Estonia. Mereka disatukan di bawah kekuasaan Partai Komunis Uni Soviet.
Pada waktu Uni Soviet dipimpin oleh Michael Gorbachev ,ia melontarkan ide pembaharuan atau restrukturisasi melalui Glasnot (Keterbukaan) ,dan Perestroika( demokratisasi) . Hal ini dimaksudkan untuk mengejar ketertinggalan Uni Soviet dalam bidang ekonomi dan politik dibandingkan dengan negara-negara Eropa Barat. Tetapi setelah gagasan itu disampaikan oleh Michael Gorbachev muncul berbagai pergolakan di berbagai Republik bagian Uni Soviet, hingga pada akhirnya Gorbachev tidak mampu merngendalikannya. Pembaharuan dan perubahan yang tadinya dimaksudkan untuk memajukan Uni Soviet justru menjadi sebab utama runtuhnya Uni Soviet.




Republik -republik yang menuntut kemerdekaan dan ingin melepaskan diri dari Uni Soviet antara lain Lithuania,Latvia,Estonia,Ukraina,Armenia, dan Moldova. Sedangkan Rusia dan Georgia menuntut otonomi penuh, sedangkan republik-republik yang lain menuntut Uni Soviet dibubarkan.
Secara umum sebab-sebab runtuhnyaUni Soviet adalah:
1. Sistem Marxisme ternyata tidak memiliki kontrol efektif baik terhadap bodang politik maupun ekonomi,

2. Marxisme tidak memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan jaman,

3. Kebijakan Gorbchevtentang Pertestroika dan Glasnot bertentangan dengan Marxisme,

4. Adanya kebijakan lain dari Gorbachev yang membahayakan keberadaan sosialisme
komunisme,antara lain:

a. menjalankan sistem pasar bebas di UnI Soviet,
b. merestui berdirinya pemerintahan koalisi non komunis di Polandia,
c. membiarkan dibukanya Tembok Berlin,
d. membiarkan diktator komunis Rumania Ceausescu dijatuhkan,
e. mengususlkan adanya ,multipartai dan dihapuskannya monopoli Partai Kominis Uni Soviet,
f. membiarkan negara-negara Eropa Timur melucuti kekuasaan partai Komunis,

5. Marxisme yang lebih mengandalkan kekuatan kaum buruh, tidak sesuai dengan keadaan Uni
Soviet yang sebagian besar penduduknya kaum petani yang ingin mempunyai hak milik.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka akhirnya Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 dengan ditandai lahirnya negara-negara merdeka bekas Uni Soviet, yang tergabung dalam CIS (Commonwealrh of Independent States/ Persemakmuran Negara-negara Merdeka) pada tanggal 8 Desember 1991 yang diprakarsai oleh Presiden Rusia Boris Yeltsin bersama Presiden Ukraina Leonid Kravchuk, serta Ketua Parlemen Belarusia Stanislav Shushkevich dalam pertemuan di Vukhucio,Belarusia.

Runtuhnya Uni Soviet menimbulkan beberapa akibat terhadap situasi dunia, yaitu:
1. Berakhirnya perang Dingin antara Blok Barat (Ameriuka Serikat) dengan Blok Timur(Uni Soviet),
2. Berkurangnya kecemasan dunia terhadap terjadinya PerangDunia III,
3. Banyak negara komunis yang berubah menjadi negara demokrasi,
4. Amerika Serikat tampil sebagai negara Adi Daya,
5. Tumbangnya komunisme di beberapa negara Eropa Timur.

 

Runtuhnya Rezim Orba 1998

 

Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.
Demonstrasi besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas Trisakti akibat bentrok dengan aparat keamanan. Empat mahasiswa tersebut adalah Elang Mulya Lesmana, Hery Hariyanto, Hendriawan, dan Hafidhin Royan. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai “Pahlawan Reformasi”. Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi. Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan mental (character building) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha/ konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa, aparat dan penguasa).


 

Beberapa Penyebab Munculnya Reformasi

Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan akses-akses nagatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut. Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Berikut ini adalah beberapa hal yang menyebabkan timbulnya Reformasi.

1.    Krisis Politik

Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de jore (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan,                               di antaranya :

a.          UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum.
b.          UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR/ MPR.
c.          UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
d.          UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum.
e.          UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.

Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang datang dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.

2.    Krisis Hukum

Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang sebenarnya.

3.    Krisis Ekonomi

Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997. Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan nasional. Memasuki tahun anggaran 1998/1999, krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF. Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50 butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers daerah.

 

4.    Krisis Kepercayaan

Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR/MPR akhirnya berubah menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR/MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana Negara.

g 30 s pki

Pemberontakan G 30S/PKI dan Cara Penumpasannya

Peristiwa Pemberontakan G 30 S/PKI merupakan peristiwa pemberontakan terekam dalam sejarah indonesia,pemberontakan G 30 S/PKI dimana peristiwa-peristiwa terjadi pada tanggal 30 September sehingga pemberontakan tersebut dikatakan G 30 S/PKI, Pemerintah memiliki cara-cara dalam memusnahkan para pemberontak G 30 S/PKI sehingga Pemberontak G 30 S/PKI tak berdaya. Pemberontak G 30 S/PKI adalah partai komunis yang ingin menguasai indonesia dengan cara apapun termasuk membunuh para jenderal sehingga anggota TNI AD tidak mempunyai seorang komando untuk digerakkan. Untuk lebih mengetahui secara Jelas Tentang Pemberontakan G 30 S/PKI sebagai berikut.. 

    
 
 
PERISTIWA  PEMBERONTAKAN G 30S/PKI DAN CARA PENUMPASANNYA
LATAR BELAKANG MUNCULNYA PERISTIWA G 30S/PKI
 
Dalam doktrin komunis telah dinyatakan dengan jelas bahwa setiap partai komunis di mana pun ia berada selalu bertujuan untuk merebut kekuasaan negara dengan menyingkirkan kekuatan politik lainnya. Hal ini ditempuh dalam rangka menegakkan diktator proletariat. Usaha yang ditempuh dalam merebut kekuasaan selalu dilakukan dengan cara kekerasan, seperti yang berlangsung diberbagai negara lain, tidak terkecuali di Indonesia.
Pada saat usia Republik Indonesia masih muda, yaitu pada tahun 1948, PKI pernah mencoba untuk merebut kekuasaan dan pemerintah Republik Indonesia yang sah. Gerakan PKI itu dikenal dengan nama Pemberontakan PKI Madiun. Pemberontakan tersebut berhasil ditumpas berkat kerjasama ABRI dan rakyat yang setia pada Pancasila dan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Setelah itu, PKI bergerak di bawah tanah, dan muncul kembali pada tahun 1950 dalam kehidupan politik di Indonesia dan ikut serta dalam Pemilihan Umum I tahun 1955.
Peristiwa percobaan kudeta PKI di tahun 1948, masih membekas dan meninggalkan trauma bagi bangsa Indonesia, sehingga selalu timbul kecurigaan terhadap gerakan-gerakan PKI.
 
 
1. SEBAB-SEBAB MUNCULNYA G 30S/PKI

Sejak D.N. Aidit terpilih menjadi ketua PKI tahun 1951, ia dengan cepat membangun kembali PKI yang porak-poranda akibat kegagalan pemberontakan tahun 1948. Usaha yang dilakukan D.N. Aidit berhasil dengan baik, sehingga dalam pemilihan umum tahun 1955, PKI berhasil meraih dukungan rakyat dan menempatkan diri menjadi satu dari empat partai besar di Indonesia, yaitu PNI, Masyumi, dan NV.
Tampaknya PKI berkeinginan merebut kekuasaan melalui parlemen pada masa Demokrasi Terpimpin. Di sarnping itu, mereka juga terlihat mempersiapkan diri untuk mencapai tujuannya, yaitu berkuasa atas wilayah Republik Indonesia. Untuk itu dibentuk biro khusus yang secara rahasia bertugas mempersiapkan kader-kader di berbagai organisasi politik, termasuk dalam tubuh ABRI. PKI juga berusaha memengaruhi Presiden Soekarno untuk menyingkirkan dan melenyapkan lawan-lawan politiknya. Hal ini tampak dengan dibubarkannya Partai Masyumi, PSI, dan Partai Murba oleh presiden. PKI juga berhasil memecah-belah PNI menjadi dua kelompok. Upaya itu ditempuh oleh PKI dengan menyusupkan ir.Surachman (seorang tokoh PKI ) ke dalam tubuh PNI.Setelah PKI merasa cukup kuat, dihembuskan isu bahwa pimpinan TNI Angkatan Darat membentuk Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada saat peringatan Hari Ulang Tahun ABRI tanggal 5 Oktober 1965. PKI juga menyebutkan bahwa anggota Dewan Jenderal itu adalah agen Nekolim (Amerika Serikat atau Inggris). Tuduhan itu ditolak oleh Angkatan Darat, bahkan Angkatan Darat langsung menuduh PKI yang akan melakukan perebutan kekuasaan. Namun dalam rangka memperingati Hari Ulang Tahun ABRI pada tanggal 5 Oktober 1965, puluhan ribu tentara telah berkumpul di Jakarta sejak akhir bulan September 1965, sehingga dugaan-dugaan akan terjadinya kudeta semakin bertambah santer.
 
 
2. PERISTIWA G3OS/PKI

Menjelang terjadinya peristiwa G3OS/PKI, tersiar berita bahwa kesehatan presiden mulai menurun dan berdasarkan diagnosis dan tim dokter RRC ada kemungkinan Presiden Soekamo akan lumpuh atau meninggal. Setelah mengetahui keadaan Presiden Soekarno seperti itu, D.N. Aidit langsung mengambil suatu keputusan untuk memulai gerakan. Rencana gerakan diserahkan kepada kamaruzaman (alias Syam) yang diangkat sebagai Ketua Biro Khusus PKI dan disetujui oleh D.N. Aidit. Biro Khusus itu menghubungi kadernya di kalangan ABRI, seperti Brigjen Supardjo, Letnan Kolonel Untung Dari Cakrabirawa, Kolonel Sunardi dan TNI-AL, Marsekal Madya Omar Dani dan TNT-AU dan Kolonel Anwar dan Kepolisian.
Menjelang pelaksanaan Gerakan 30 September 1965, pimpinan PKI telah beberapa kali mengadakan pertemuan rahasia. Tempat pertemuan terus berpindah dan satu tempat ke tempat yang lainnya. Melalui serangkaian pertemuan itu, pimpinan PKI menetapkan bahwa Gerakan 30 September 1965 secara fisik dilakukan dengan kekuatan militer yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon I Resimen Cakrabirawa (Pasukan pengawal Presiden) yang bertindak sebagai pimpinan formal seluruh gerakan.
Sebagai pemimpin dari Gerakan 30 September 1965, Letnan Kolonel Untung mengambil suatu keputusan dan memerintahkan kepada seluruh anggota gerakan untuk siap dan mulai bergerak pada dini hari 1 Oktober 1965. Pada dini hari itu, mereka melakukan serangkaian penculikan dan pembunuhan terhadap enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama dan Angkatan Darat. Para perwira Angkatan Darat disiksa dan selanjutnya dibunuh. Mereka dibawa ke Lubang Buaya, yaitu satu tempat yang terletak di sebelah selatan pangkalan udara utama Halim Perdana Kusuma. Selanjutnya para korban itu dimasukkan ke dalam satu sumur tua, kemudian ditimbun dengan sampah dan tanah. Ketujuh korban dan TNI-Angkatan Darat adalah sebagai berikut:
1. Letnan Jenderal Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat atau Men Pangad).
2. Mayor Jenderal R. Soeprapto (Deputy II Pangad).
3. Mayor Jenderal Haryono Mas Tirtodarmo (Deputy III Pangad).
4. Mayor Jenderal Suwondo Parman (Asisten I Pangad)
5. Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan (Asisten IV Pangad).
6. Brigadir Jenderal Soetojo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman / Oditur).
7. Letnan Satu Pierre Andreas Tendean (Ajudan Jenderal A.H. Nasution).

Ketika terjadinya penculikan itu, Jenderal A.H. Nasution yang juga menjadi target penculikan berhasil menyelamatkan diri setelah kakinya tertembak. Namun, putrinya yang bernama Ade Irma Suryani menjadi korban sasaran tembak dan kaum penculik dan kemudian gugur. Ajudan Jenderal A.H. Nasütion yang bernama Letnan Satu Pierre Andreas Tendean juga menjadi korban. Sedangkan korban lainnya adalah Pembantu Letnan Polisi Karel Satsuit Tubun. ia gugur pada saat gerombolan yang berusaha menculik Jenderal A.H. Nasution. Pada waktu bersamaan, G3OS/PKI mencoba untuk mengadakan perebutan kekuasaan di Yogyakarta, Solo, Wonogiri dan Semarang. Selanjutnya gerakan tersebut mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi melalui RRI pada tanggal 1 Oktober 1965. Dewan Revolusi yang dipancarkan melalui siaran RRI itu dibacakan oleh Letnan Kolonel Untung. Sementara itu, Dewan Revolusi di daerah Yogyakarta diketuai oleh Mayor Mulyono. Mereka telah melakukan penculikan terhadap Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugijono. Kedua perwira TNI-AD ini dibunuh oleh gerombolan penculik di desa Kentungan yang terletak di sebelah utara kota Yogyakarta. 

 

3. PENUMPASAN G3OS/PKI

Operasi penumpasan G3OS/PKI yang dilancarkan pada tanggal 1 Oktober 1965 diusahakan sedapat mungkin tidak menimbulkan bentrokan senjata. Langkah yang pertama kali dilakukan adalah menetralisasi pasukan yang berada di sekitar Medan Merdeka yang dimanfaatkan atau dipergunakan oleh kaum Gerakan 30 September. Pasukan tersebut berasal dari anggota pasukan Batalyon 503/Brawijaya dan anggota pasukan Batalyon 545/Diponegoro. Anggota pasukan Batalyon 503/Brawijaya berhasil disadarkan dari keterlibatan Gerakan 30 September tersebut dan kemudian mereka ditarik ke Markas Kostrad di Medan Merdeka Timur. Sedangkan anggota pasukan Batalyon 545 / Diponegoro berhasil ditarik mundur sekitar pukul 17.00 WIB oleh pihak Gerakan 30 September ke Lapangan Udara Halim Perdana Kusuma.
Operasi militer tentang penumpasan Gerakan 30 September mulai dilakukan sore hari, tanggal 1 Oktober 1965 pukul 19.15 WIB. Sementara itu, pasukan RPKAD berhasil menduduki kembali gedung RRI Pusat, gedung telekomunikasi dan mengamankan seluruh wilayah Medan Merdeka tanpa terjadi bentrokan bersenjata atau pertumpahan darah. Juga pasukan Batalyon 238 Kujang/Siliwangi berhasil menguasai Lapangan Banteng dan mengamankan Markas Kodam V/Jaya dan sekitarnya. Batalyon I Kavaleri berhasil mengamankan BNI Unit I dan percetakan uang negara di daerah Kebayoran. Dengan demikian, dalam waktu yang sangat singkat, yaitu pada tanggal 1 Oktober 1965 itu juga kota Jakarta telah berhasil dikuasai kembali oleh ABRI dan kekuatan G3OS/PKI yang memberontak telah berhasil dilumpuhkan.
Untuk menentramkan kegelisahan masyarakat dan menyadarkan pasukan yang terlibat dalam G3OS/PKI, maka dilakukanlah berbagai bentuk upaya. Di antaranya melalui siaran RRI pada pukul 20.00 WIB, Mayor Jenderal Soeharto selaku pimpinan sementara Angkatan Darat mengumumkan adanya usaha perebutan kekuasaam Usaha perebutan kekuasaan itu dilakukan oleh gerombolan yang menamakan dirinya “Gerakan 30 September 1965” serta penculikan terhadap enam perwira tinggi Angkatan Darat Sementara itu Presiden dan Menko Hankam/KASAB dalam keadaan aman dan sehat. Dinyatakan pula bahwa di antara Angkatan Darat Angkatan Laut dan Kepolisian telah terjadi saling pengertian untuk bekerja sama menumpas G3OS/PKI. Mayjen Soeharto juga menganjurkan kepada rakvat Indonesia agar tetap tenang dan waspada. Setelah berhasil diketahui bahwa basis utama dari G3OS/PKI berada di sekitar lapangan udara Halim Perdana Kusuma. maka Iangkah berikutnya adalah berupaya membebaskan pangkalan tersebut dan tangan G3OS/PKI. Presiden Soekarno dihimbau untuk meninggalkan daerah Halim Perdana Kusuma. Hal ini dimaksudkan. untuk menjaga keselamatannya apabila terjadi bentrokan fisik antara pasukan TNI dengan pasukan pendukung G3OS/PKI yang bersembunyi di sekitar pangkalan udara Halim Perdana Kusuma.

Kemudian Presiden Soekarno meninggalkan halim Perdana Kusuma menuju Istana Bogor. Sedangan pasukan RPKAD yang dibantu oleh pasukan Batalyon 238 Kujang/Siliwangi dan Batalyon 1 Kavaleri diperintahkan bergerak menuju sasaran. Juga didatangkan bantuan kekuatan pasukan sebanyak tiga kompi tempur Kavaleri pengintai yang langsung dipimpin oleh Komandan Kesejahteraan Kavaleri (Dansenkav) Kolonel Subiantoro. Mereka tiba di Cijantung dan langsung diikutsertakan dalam gerakan untuk menutup jalan simpang tiga Cililitan, Kramat Jati dan simpang tiga Lanuma Halim Lubang Buaya tanpa menemui kesulitan. Pada pukul 06.10 WIB tanggal 2 Oktober 1965 daerah pangkalan udara Halim Perdana Kusuma sudah berhasil dikuasai, walaupun sempat mendapat perlawanan kecil dan timbul kontak senjata. Kontak senjata juga terjadi pada saat dilakukan gerakan pembersihan yang dilanjutkan hingga ke kampung-kampung di sekitar wilayah lubang Buaya. Karena di daerah-daerah itu sebelumnya disinyalir dijadikan sebagai tempat latihan kemiliteran Pemuda Rakyat dan Gerwani. 
Dalam gerakan pembersihan ke kampung-kampung di sekitar Lubang Buava, Ajun Brigadir Polisi (Abriptu/Kopral Satu) Sukitman yang sempat ditawan oleh regu penculik Brigjen Dl Pandjaitan berhasil meloloskan diri. Kemudian pada tanggal 3 Oktober 1965 berhasil menemukan jenazah para perwira tinggi Angkatan Darat yang dikuburkan dalam sumur tua. Pengangkatan jenazah baru berhasil dilaksanakan pada tanggal 4 Oktober 1965 oleh anggota RPKAD dan KKOAL (marinir). Seluruh jenazah dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (sekarang RSPAD Gatot Subroto) untuk dibersihkan dan kemudian disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat. Keesokan harinya bertepatan dengan Hari Ulang Tahun ABRI tanggal 5 Oktober 1965, jenazah para perwira tinggi Angkatan Darat itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Mereka dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi, serta diberi kenaikan pangkat setingkat lebih tinggi, anumerta. Ketika berada di Halim Perdana Kusuma pada tanggal 1 Oktober 1965, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah yang ditujukan kepada seluruh jajaran Angkatan Bersenjata. Presiden Soekarno meminta untuk mempertinggi kesiapsiagaan dan untuk tetap di pos masing-masing serta hanya bergerak jika ada perintah. Seluruh rakyat agar tetap tenang dan meningkatkan kewaspadaan serta memelihara persatuan dan kesatuan nasional. Selain itu, diumumkan bahwa pimpinan Angkatan Darat untuk sementara waktu dipegang oleh Presiden/Panglima Tertinggi ABRI dan untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam Angkatan Darat ditunjuk untuk sementara Mayor Jenderal Pranoto Reksosamudro, Asisten II Men/Pangad. Perintah itu tidak segera diketahui oleh anggota ABRI yang berada di luar Halim. Oleh karena itu, pada hari yang sama, sesuai dengan tata cara yang berlaku, Mayor Jenderal Soeharto menyatakan untuk sementara memegang pimpinan Angkatan Darat 


4. PEMULIHAN KEAMANAN DAN KETERTIBAN  
Untuk menyelesaikan masalah pemulihan keamanan dan ketertiban, pada tanggal 2 Oktober 1965 Presiden Soekarno memanggil semua panglima dan seluruh angkatan ke Istana Bogor. Dalam pertemuan itu diputuskan bahwa pimpinan Angkatan Darat Iangsung berada di tangan presiden. Untuk menyelesaikan tugas sehari-hari dalam Angkatan Darat ditetapkan dan ditunjuk Mayor Jenderal Pranoto, dan Mayor Jenderal Soeharto diberi tugas untuk pemulihan keamanan dan ketertiban yang terkait dengan G3OS/PKI. Keputusan itu diumumkan melalui RRI Pusat pukul 01.30, pada tanggal 3 Oktober 1965. Hal ini merupakan awal eksistensi Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Berdasarkan perintah tersebut, siang harinya Mayor Jenderal Soeharto melalui RRI mengumumkan pengangkatan dirinya selaku pelaksana pemulihan keamanan dan ketertiban yang akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Kebijakan Presiden Soekarno mengenai penyelesaian G3OS/PKI dinyatakan dalam sidang paripurna Kabmet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965 di Istana Bogor sebagai berikut:
“Presiden/Panglima Tertinggi ABRJ/Pemimpin Besar Revolusi, Bung Karno menandaskan bahwa ia mengutuk pembunuhan buas yang dilakukan oleh petualang kontrarevolusi yang menamakan dirinya dengan Gerakan 30 September 1965. Presiden juga tidak membenarkan pembentukan apa yang dinamakan Dewan Revolusi. Hanya saja bisa mendemisionerkan kabinet, bukan orang lain.”

Dalam rangka penyelesaian masalah G3OS / PKI digariskan beberapa kebijakan, di antaranya aspek politik diselesaikan oleh presiden, aspek militer administratif diserahkan kepada Mayor Jenderal Pranoto, serta penyelesaian aspek militer teknis, masalah keamanan dan ketertiban diserahkan kepada Mayor Jenderal Soeharto. Setelah keluar pernyataan presiden yang mengutuk G3OS/PKI dan diduga PKI yang mendalangi atau berada di belakang gerakan tersebut, maka kemarahan dan kebencian rakyat terhadap PKI semakin meningkat. Antara lain dengan dibakamya gedung Kantor Pusat PKI di Jalan Kramat Raya. Rumah tokoh-tokoh PKI dan kantornya menjadi sasaran kemarahan rakyat. Aksi corat-coret menuntut pimpinan PKI diadili dan demostrasi menuntut pembubaran PKI dipelopori oleh mahasiswa, pelajar dan organisasi massa (ormas) yang setia kepada Pancasila.
Sementara itu, gerakan operasi pembersihan terhadap sisa-sisa G3OS/PKI terus ditingkatkan. Koloriel A. Latief, komandan yang telah dipecat dan Brigade Infantri/Kodam Jaya ditangkap tanggal 11 Oktober 1965 di Tegal dalam perjalanan melarikan diri ke Jawa Tengah. Walaupun peranan PKI makin kuat terungkap sebagai dalang peristiwa G3OS/PKI, dan demonstrasi yang menuntut pembubaran PKI semakin memuncak, namun Presiden Soekarno belum bertindak Presiden Soekarno belum mengambil keputusan dan belum juga bertindak mengambil langkah-langkah ke arah penyelesaian politik dan masalah G3OS/PKI itu, sebagaimana yang telah dijanjikannva. D.N. Aidit dalam pelariannya pada tanggal 6 Oktober 1965 dan Blitar mengirim surat kepada presiden. D.N. Aidit mengusulkan supaya melarang adanva pernyataan-pemyataan yang sifatnya mengutuk G3OS/PKI, serta melarang adanya saling menuduh atau saling menyalahkan. Dengan demikian diharapkan amarah rakyat kepada PKI semakin mereda. Pernyataan ternyata tidak membuat surut rakyat Indonesia untuk menuntut pembubaran PKI beserta organisasi massanya. Komando Daerah Militer (Kodam juga turut membekukan PKI beserta organisasi massanya (ormasnya).
5. PENUMPASAN G3OS/PKI DI JAWA TENGAH DAN YOGYAKARTA

Ketika meletus G3OS/PKI, daerah yang paling gawat keadaannya adalah di Jakarta dan Jawa Tengah. Di kedua daerah itu pihak G3OS/PKI mempergunakan kekuatan senjata, sedangkan di daerah lainnya secara umum kaum G3OS/PKI itu tidak beraksi menggunakan kekuatan bersenjata. Kodam VII / Diponegoro memiliki tiga Brigade, yaitu Brigade 4, 5, 6. Sebagai hasil penggarapan Biro Khusus PKI , anggota Brigade 4 dipergunakan oleh kaum G3OS/PKI sedangkan anggota Brigade 5 hanya sedikit yang berhasil dipengaruhi. Hanya anggota Brigade 6 yang tidak terpengaruh oleh mereka. Batalyon yang aktif dipergunakan oleh kaum G3OS/PKI adalah Batalyon K dan M yang berkedudukan di Solo. Batalyon L dan C berkedudukan di Yogyakarta, serta Batalyon D berkedudukan di Salatiga. 
Setelah G3OS/PKI bergerak di Jakarta, pada tanggal 1 Oktober 1965 gerakan itu juga memulai aksinya di daerah Jawa Tengah. Munculnya G305/PKI di Jawa Tengah diawali dengan siaran RRI Semarang. Melalui RRI Semarang itu, Asisten Kodam Vil/Diponegoro, Kolonel Suhirman mengumumkan dukungannya terhadap G305/PKI pada daerah Tingkat I Jawa Tengah. Mereka berhasil menguasai Markas Kodam Vil/Diponegoro dan kemudian dijadikan markas serta meluaskan gerakannya ke seluruh Korem dan Brigade di lingkungan Kodam VII/Diponegoro. Di samping itu, G3OS/PKI mendatangkan pasukan pelindung, di antaranya dan Solo, Batalyon K di bawah pimpinan Mayor Kadri dan dua kompi Batalyon D dari Salatiga pimpinan Mayor Supardi. Pasukan ini ditempatkan di tempat-tempat strategis terutama di Makodam, RRI dan telekomunikasi. Selanjutnya, Kolonel Sahirman mengumumkan bahwa Letnan Kolonel Sastrodibroto mengambil alih pimpinan Kodam Vil/Diponegoro dan di beberapa tempat pendukungnya mengambil alih pimpman setempat, di antaranya:
a. Markas Komando Resort Militer (Makorem) 071/Purwokerto dipimpin oleh Kepala Staf Letnan Kolonel Soemito.
b. Makorem 072/Yogvakarta dipunpm oleh Kepala Seksi 5 Mayor Mulyono.
c. Markas Brigade Infantri 6 dipimpin oleh Komandan Kompi Markas, Kapten Mintarso.
Dewan Revolusi Yogvakarta mengumumkan melalui RRI pada tanggal 1 Oktober 1965 bahwa yang menjadi Ketua G3OS/PKI di Yogyakarta adalah Mayor Mulyono. Dengan mempergunakan kekuatan Batalyon L, mereka menguasai Makorem 072 dan menculik Kepala Staf Korem 072 Letnan Kolonel Sugiyono. Selanjutnya mereka mengeluarkan perintah kepada segenap Komando Distrik Muter (Kodim) supaya mendukung G3OS/PKI. Mereka juga membagi-bagikan senjata kepada anggota Legiun Veteran setempat. Pada tanggal 2 Oktober 1965, terjadi demonstrasi anggota PKI dan organisasi massanya di depan Makorem 072 untuk menyatakan dukungannya kepada Gerakan 30 September 1965. Pada hari itu juga Komandan Korem 072 Kolonel Katamso diculik dan rumahnya dan dibawa ke kompleks Batalyon L di desa Kentungan, sebelah utara kota Yogyakarta. Selanjutnya Kolonel Katamso bersama Letnan Kolonel Sugijono dibunuh oleh anggota G3OS/PKI. Dengan kekuatan Batalyon M, G3OS/PKI juga melakukan gerakannya di Solo. Gerakan itu diawali dengan penculikan. Mereka menculik Komandan Brigade 6 Kolonel Azahari, Kepala Staf Brigade 6 Letnan Kolonel Parwoto, Kepala Staf Kodim 735 Mayor Soeparman, Komandan Polisi Militer Detasemen Surakarta Kapten Prawoto dan Komandan Batalyon M, Mayor Darso. Selain melakukan penculikan, mereka juga melakukan pendudukan terhadap kantor RRI, telekomunikasi dan bank-bank negara. Pada tanggal 2 Oktober 1965, Wali Kota Solo, Oetomo Ramelan, melalui RRI mengumumkan dukungannya kepada G3OS/PKI. 

Daerah Surakarta diliputi suasana pemberontakan. Rakyat yang bukan anggota PKI atau organisasi satelitnya merasa ketakutan dan khawatir. Sementara itu, polisi belum bertindak mereka hanya mengamati kegiatan yang dilakukan PKI dan organisasi massanya. Hal ini disebabkan polisi hanya memiliki kekuatan satu kompi Brimob dan satu kompi Perintis. Demikian juga  tentara pelajar yang bergabung dalam organisasi GPTP (Gerakan Pelaksana Tjita-jita Prokiamasi) sebanyak 50 orang serta organisasi massa golongan nasionalis dan agama. Mereka masih pasif dalam menghadapi kekuatan massa G3OS/PKI yang mendapat perlindungan dan oknum-oknuni Brigade 6.Oleh karena itu, Pangdam VII/Diponegoro, Brigadir Jenderal Surjosumpeno, setelah mendengar pengumuman letnan Kolonel Untung melalui radio, segera memanggil perwira stafnya dan Sad Tunggal Jawa Tengah untuk mengadakan taklimat (briefing). Pangdam memerintahkan kepada para pejabat supaya tetap tenang dan berusaha untuk menenangkan rakyat, karena situasi yang sebenarnya belum diketahui. Ia berangkat ke Salatiga untuk mengadakan taklimaf yang sama dan direncanakan akan terus ke Magelang. Asisten 2, Letnan Kolonel Soeprapto diperintahkan untuk mengadakan taklimat (briefing) di Solo. Namun ketika Pangdam VII/Diponegoro tidak berada di   Semarang, Kolonel Sahirman mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi dan Kolonel Usman mengambil alih pimpinan Kodam VII/Diponegoro.
5. PENUMPASAN G3OS/PKI DI SOLO
Ketika sampai di Salatiga, Brigjen Surjosumpeno menghadapi kenyataan bahwa kota tersebut telah dikuasai oleh G3OS/PKI. Atas saran Letkol Soeprapto (yang tidak jadi berangkat ke Solo, karena sudah ada informasi bahwa kota Solo juga telah dikuasai oleh G3OS / PKI), Brigjen Surjosumpeno berangkat ke Magelang untuk menyusun kekuatan. Pasukan di Garnisun Magelang tidak terpengaruh oleh G3OS/PKI. Oleh karena itu, Panglima Daerah VII/ Diponegoro segera mengadakan taklimat dengan komandan setempat dan memutuskan untuk menggerakkan pasukan dalam upaya menumpas G3OS/PKI itu. Pasukan yang digunakan di antaranya adalah:
a. Batalyon Kavaleri 2 yang berkedudukan di Magelang.
b. Batalyon Artileri Medan 3 yang berkedudukan di Magelang.
c. Batalyon Artileri Medan 9 yang berkedudukan di Magelang.
d. Batalyon 4 yang berkedudukan di Medan
e. Batalyon Zeni Tempur 2/Para yang berkedudukan di Magelang.
f. Sebagian anggota Batalyon 4 yang berkedudukan di Gombong.
g. Sebagian Batalyon 3/Para yang berkedudukan di Semarang.
Gerakan operasi penumpasan dimulai pada tanggal 2 Oktober 1965. Pasukan mulai bergerak pada pukul 05.00 W1B untuk membebaskan kota Semarang dengan kekuatan 2 pleton BTR (Bronero Transportasi), yaitu kendaraan yang mengangkut personel kavaleri pimpinan Letnan Kolonel Jassin Husein dan satu’Batalyon Artileri Medan dengan tugas infantri.Setelah ada siaran RRI Jakarta, bahwa Jakarta telah berhasil dikuasai kembali oleh ABRI, sedangkan pasukan yang digunakan oleh G3OS/PKI mulai tidak kompak. Kota Semarang berhasil dikuasai kembali oleh pasukan ABRI tanpa letupan senjata. Kolonel Sahirman, dkk melarikan diri ke luar kota dikawal oleh dua kompi anggota Batalyon K pimpinan Mayor Kadri. Dua kompi anggota Batalyon K lamnya dan dua kompi anggota Batalyon D dapat disadarkan kembali dan keterlibatannya dengan G3OS/PKI. Pukul 10.00 WIB han itu juga (tanggal 2 Oktober 1965) Pangdam Vil/Diponegoro melalui RRI mengumumkan bahwa Pangdam telah kembali memegang pimpinan Kodam VII / Diponegoro.
Kota demi kota yang pernah dikuasai oleh pihak G30S/PKI itu berhasil direbut kembali, sehingga pada tanggal 5 Oktober 1965 garis Komando Kodam VII/Diponegoro telah dipulihkan kembali. Untuk memantapkan konsolidasi Kodam VII / Diponegoro, pada tanggal 5 Oktober 1965 Pangdam mengadakan taklimat secara simultan dengan komandan-komandan pleto di kota Salatiga, Solo dan Yogyakarta. Dengan demikian, secara fisik militer, pemulihan keamanan dalam jajaran Kodam VII/Diponegoro telah selesai. Namun kemudian timbul gerakan pengacau, sabotase dan pembunuhan yang dilakukan oleh massa PKI terhadap golongan yang menentang G3OS/PKI. Daerah Jawa Tengah merupakan daerah garis PKI yang kuat. Oleh karena itulah, Ketua CC PKI, D.N. Aidit memilih Jawa Tengah sebagai tempat pelariannya.
Untuk mengatasi kekacauan dan menegakkan ketertiban umum, Pangdam VII / Diponegoro berangkat dan Jakarta tanggal 16 Oktober 1965, dan dengan bantuan RPKAD serta pasukan kaveleri mereka tiba di Semarang tanggal 19 Oktober 1965. Daerah Jawa Tengah yang dianggap paling gawat dan merupakan basis G3OS/PKI adalah daerah Surakarta, Klaten, dan Boyolali.
Untuk mengintensifkan gerakan pembersihan terhadap sisa-sisa G3OS/PKI di Jawa Tengah, pada tanggal 1 Oktober 1965 dibentuk Komando Operasi Merapi. Operasi Merapi ini langsung dipimpin oleh Komandan RPKAD Kolonel Sarwo Edhi Wibowo. Dalam operasi itu pimpinan G3OS/PKI Jawa Tengah seperti Kolonel Sahirman, Kolonel Maryono dan Kapten Sukarno
berhasil ditembak mati. Dengan keberhasilan itu, pada tanggal 30 Desember 1965 pasukan RPKAD ditarik kembali dan Jawa Tengah ke pangkalannya di Jakarta. Kemudian pemulihan keamanan dan ketertiban dilanjutkan dalam rangka peperda pembersihan organisasi politik dan organisasi massa pendukung G305 /PKI.
Pembersihan terhadap G3OS/PKI itu juga dilakukan di daerah Blitar Selatan. Gerakan pembersihan itu diberi nama Operasi Trisula yang dilancarkan mulai tanggal 3 Juli 1968. Operasi itu memakan waktu satu setengah bulan dan berhasil menangkap 850 orang PKI yang mendukung G3OS/PKI. Mereka yang tertangkap itu di antaranya 13 orang tokoh tingkat CC dan 12 orang tokoh tingkat CDB. Operasi penumpasan terhadap pendukung gelap G3OS/PKI dan PKI gelap juga dilakukan di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, yaitu di daerah pegunungan Lawu dan Kendeng. Operasi itu berhasil menangkap 200 orang kader PKI. Selain itu terdapat operasi penumpasan di daerah Purwodadi setelah tercium bahwa PKI gelap membangun STPR (Sekolah Tentara Perlawanan Rakyat). Diketahui pula PKI gelap memindahkan kegiatannya di daerah kompleks Merapi Merbabu (MMC). Dalam operasi yang dilancarkan di daerah itu berhasil ditangkap Pono (Supono Mrsudidjojo), orang kedua dalam biro khusus PKI.
Sementara itu, operasi penumpasan G3OS/PKI yang dilakukan di luar Jakarta dan Jawa Tengah cukup dilakukan dengan Gerakan Operasi Territorial. Operasi itu dilakukan dengan menangkapi tokoh-tokoh organisasi politik dan organisasi massa PKI. Pada daerah-daerah itu para pendukung G3OS/PKI belum sempat mengadakan gerakan perebutan kekuasaan, hanya di daerah Jawa Timur dan Bali timbul kekacauan dengan terjadinya penculikan dan pembunuhan. Namun, dalam waktu singkat gerakan itu dapat dilumpuhkan. Secara keseluruhan pemberontakan yang menamakan G3OS/PKI yang ditenggarai didukung oleh PKI telah berhasil ditumpas. Bahkan PKI dinyatakan sebagai partai terlarang oleh pemerintah untuk berdiridi Republik Indonesia.