Rabu, 17 Juni 2015
RESTRICTION FRAGMENT LENGTH POLYMORPHISM (RFLP)
Analisis Restriction fragment length polymorphism (RFLP) adalah salah satu teknik pertama yang secara luas digunakan untuk mendeteksi variasi pada tingkat sekuen DNA. Deteksi RFLP dilakukan berdasar pada adanya kemungkinan untuk membandingkan profil pita-pita yang dihasilkan setelah dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi terhadap DNA target/dari individu yang berbeda. Berbagai mutasi yang terjadi pada suatu organisma mempengaruhi molekul DNA dengan berbagai cara, menghasilkan fragmen-fragmen dengan panjang yang berbeda. Perbedaan panjang fragmen ini dapat dilihat setelah dilakukan elektroforesis pada gel, hibridisasi dan visualisasi. Aplikasi teknik RFLP biasa digunakan untuk mendeteksi diversitas genetic, hubungan kekerabatan, sejarah domestikasi, asal dan evolusi suatu spesies, genetic drift dan seleksi, pemetaan keseluruhan genom, tagging gen, mengisolasi gen-gen yang berguna dari spesies liar, mengkonstruksi perpustakaan DNA.
Langkah-langkah kerja untuk mendeteksi RFLP di laboratorium meliputi :
1. Isolasi DNA
Isolasi DNA merupakan tahap pertama dari berbagai teknologi analisis DNA DNA dapat ditemukan baik pada kromosom inti maupun pada organel yaitu pada mitokondria dan kloroplas. Untuk mengekstrak DNA diperlukan langkah-langkah laboratorium untuk memecahkan dinding sel dan membran inti, dan dilanjutkan dengan pemisahan DNA dari berbagai komponen sel yang lain. Pada saat melakukannya harus dijaga agar DNA tidak rusak dan didapatkan DNA dalam bentuk rantai yang panjang.
Proses pengeluaran DNA dari tempatnya berada (ekstraksi atau lisis) biasanya dilakukan dengan homogenasi dan penambahan buffer ekstraksi atau buffer lisis untuk mencegah DNA rusak. Untuk membantu terjadinya lisis biasanya dilakukan inkubasi pada suhu sekitar 60oC. Dalam proses ini biasa digunakan senyawa senyawa phenol, chloroform dan isoamyl alcohol untuk memaksimalkan proses lisis. Proses selanjutnya adalah pemisahan DNA dari komponen sel yang lain atau kontaminan yang tidak diinginkan. Pemisahan DNA dari komponen sel yang lain, termasuk debris sel, dilakukan dengan sentrifugasi.
Kontaminan yang umum ditemukan adalah polisakarida yang dapat mengganggu proses PCR dengan cara menghambat aktivitas Taq polymerase, atau poliphenol yang dalam bentuk teroksidasi akan mengikat DNA secara kovalen. Untuk menghindarkan hal ini jaringan yang digunakan dijaga tetap dingin sebelum dan selama proses ekstraksi. Selain itu dilakukan penambahan antioksidan seperti PVP. Setelah dilakukan ekstraksi dilakukan presipitasi DNA dengan menggunakan ethanol atau isopropanol. Selain DNA semua bahan yang lain kan larut dalam ethanol dingin. Sehingga saat dilakukan sentrifugasi DNA akan mengendap dan terpisah dari senyawa-senyawa/bahan lain.
Sebagai bahan untuk RFLP harus digunakan DNA yang bersih dari kontaminan (mempunyai kemurnian tinggi) dan dengan berat molekul yang tinggi. Selama proses ekstraksi DNA beberapa hal yang dapat terjadi adalah :
- DNA patah-patah selama proses isolasi
- DNA terdegradasi oleh enzim nuclease
- Terjadi kontaminasi oleh polisakarida
- Metabolit sekunder ikut terisolasi
2. Pemotongan dengan enzim restriksi (digesti restriksi) dan elektroforesis gel
DNA hasil isolasi kemudian dipotong dengan enzim restriksi tertentu yang dipilih dengan hati-hati. Setiap enzim restriksi pada kondisi yang sesuai akan mengenali dan memotong DNA sehingga dihasilkan fragmen-fragmen DNA. Fragmen-fragmen tersebut selanjutnya dielektroforesis pada gel agarosa. Karena fragmen-fragmen tersebut tidak akan terlihat sebagai smear berkesinambungan bila diwarnai dengan ethidium bromide, maka pewarnaan saja umumnya tidak dapat mendeteksi adanya polimorfisme. Dengan demikian perlu dilakukan hibridisasi dan visualisasi untuk mendeteksi fragmen tertentu. Hibridisasi dan visuali sasi dilakukan dengan Southern blotting.
3. Transfer DNA dengan Southern blotting
Proses hibridisasi dan visualisasi diawali dengan transfer DNA dari gel agarose ke nilon berpori atau membrane nitroselulosa. Transfer DNA disebut ‘Southern blotting’, mengacu kepada nama penemu teknik tersebut yaitu E.M. Southern (1975). Pada metode ini mula-mula gel didenaturasi dengan larutan dasar dan diletakkan pada suatu nampan. Selanjutnya di atas gel hasil elektroforesis diletakkan nilon berpori atau membrane nitroselulosa, kemudian di atasnya diberi pemberat. Semua fragment hasil pemotongan dengan enzim restriksi yang pada awalnya berada pada gel akan ditransfer secara kapiler ke membrane tersebut dalam bentuk untai tunggal. Pola fragmen akan sama dengan yang berada pada gel.
4. Hibridisasi DNA
DNA yang ditransfer pada nilon berpori atau membrane nitroselulosa selanjutnya dihibridisasi dengan probe. Membran diinkubasi bersama probe DNA. Bila antara probe dan DNA target merupakan komplemen maka akan terjadi hibridisasi. Bila probe yang digunakan dilabeli maka selanjutnya dupleks yang terjadi dapat dideteksi. Bila kondisi hibridisasi yang digunakan mempunyai stringency yang tinggi (highly stringent), maka tidak akan terjadi hibridisasi dengan DNA yang mempunyai kekerabatan yang jauh atau non homolog. Jadi probe DNA akan mengenali hanya sekuen yang komplemen dan secara ideal homolog diantara beribu-ribu atau bahakan berjuta-juta fragmen yang bermigrasi sepanjang gel. Fragmen yang diinginkan dapat dideteksi setelah dilakukan pemaparan membrane yang telah mengalami hibridisasi pada film.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar