Meskipun Nubia tidak lagi merupakan wilayah independen, banyak orang yang tinggal di sana masih menganggap dirinya sebagai orang Nubia. Wisatawan yang berkunjung ke daerah ini dapat melihat sejumlah situs arkeologi kuno dan mengunjungi museum yang menyimpan artefak budaya Nubia.
Manusia telah tinggal di wilayah Nubia selama ribuan tahun sehingga membuat daerah ini menjadi asal beberapa budaya tertua di Afrika.
Nubia membentang dari Aswan di Mesir Selatan hingga Khartoum di Sudan Utara dan merentang sepanjang Lembah Sungai Nil.
Orang-orang yang menganggap dirinya sebagai orang Nubia berbicara bahasa dalam rumpun bahasa Nubia.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk melestarikan bahasa-bahasa ini bersama dengan budaya Nubia lainnya.
Sejarah wilayah ini sangat kompleks dan panjang. Pada satu titik, Nubia sangat dipengaruhi oleh masyarakat Mesir. Menariknya, kondisi ini berubah selama abad ke-8 SM, ketika Nubia berhasil menaklukkan Mesir dan memerintah selama sekitar 100 tahun sebelum akhirnya diusir keluar.
Pada awal abad ke-3, Nubia mengadopsi Kristen. Kerajaan Kristen yang kuat segera berkembang di wilayah tersebut sebelum ditaklukkan oleh kaum muslimin.
Meskipun Nubia sering terpecah menjadi berbagai kerajaan dan otoritas, orang-orang Nubia tetap berhasil mempertahankan identitas kolektif, berbicara bahasa mereka sendiri, dan melestarikan sejarah mereka.
Pembangunan Bendungan Aswan mewakili pukulan besar bagi masyarakat Nubia, dengan banyak orang Nubia Mesir dipindahkan ke Sudan karena tempat tinggalnya dijadikan Danau Nasser, sebuah danau buatan besar yang terletak di belakang bendungan.
Pembuatan Danau Nasser mengakibatkan kerusakan permanen berbagai artefak budaya kuno yang tidak dapat dipindahkan.
Di Mesir, orang Nubia sering diperlakukan sebagai warga negara kelas dua. Mereka masih terus berjuang untuk memperoleh hak yang sama serta akses ke berbagai layanan.
Sedangkan di Sudan, orang Nubia cenderung diperlakukan lebih baik dibandingkan di negara tetangganya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar