The Black Death, disebut juga Wabah Hitam, adalah suatu pandemi hebat yang pertama kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1347 – 1351) dan membunuh
sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa. Pada saat yang hampir bersamaan,
terjadi pula epidemi pada sebagian besar Asia dan Timur Tengah,
yang menunjukkan bahwa peristiwa di Eropa sebenarnya merupakan bagian dari
pandemi multi-regional. Jika termasuk Timur Tengah, India, dan Tiongkok,
Maut Hitam telah merenggut sedikitnya 75 juta nyawa. Penyakit yang sama diduga
kembali melanda Eropa pada setiap generasi dengan perbedaan intensitas dan
tingkat fatalitas yang berbeda hingga dasawarsa 1700-an.
Penamaan
Kejadian awal di Eropa awalnya disebut sebagai
"Mortalitas Besar" (Great Mortality) oleh para penulis
kontemporer. Nama "Maut Hitam" umumnya dianggap berasal dari gejala
khas dari penyakit ini, yang disebut acral necrosis, di
mana kulit penderita menjadi menghitam karena pendarahan subdermal. Catatan
sejarah telah membuat sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa Maut Hitam adalah
suatu serangan wabah bubonik yang disebabkan bakteri Yersinia
pestis dan
disebarkan oleh lalat dengan bantuan hewan sepertitikus rumah (Rattus rattus), walaupun ada
juga kalangan yang menyangsikan kebenaran hal ini.
Sejarah
Selama ribuan tahun, tidak ada
penyakit epidemi.
Namun, ketika orang-orang mulai tinggal di kota, infeksi bisa menyebar dengan
lebih mudah. Ketika pedagang dan tentara melakukan perjalanan dari kota ke
kota, mereka membawa bakteri dan virus bersama mereka dan menyebarkan infeksi
ke populasi baru. Anak-anak dalam bahaya terbesar karena hingga abad kesembilan
belas, 50% anak meninggal sebelum usia lima tahun.
Terdapat beberapa teori mengenai asal dari wabah
ini. Salah satu teori yang paling tua adalah bahwa maut hitam berasal dari dataran stepa di Asia tengah. Dari daerah ini, menyebar
menuju Eropa melalui Jalur Sutra dibawa oleh tentara dan pedagang
Mongol. Wabah ini menyebar di Asia dan merebak di Propinsi Hubei, Cina, Pada
tahun 1334. Maut Hitam di Eropa pertama kali dilaporkan berada di Kota Caffa
yang berada di Krimea pada tahun 1347.
Antara 1346
dan 1350 lebih dari sepertiga penduduk Eropa tewas oleh wabah pes (Black Death).
Cara Penyebaran
Wabah penyakit ini muncul melalui tiga varian
penularan. Paling umum merupakan Varian Pes berasal dari pembengkakan kelenjar
getah bening (Bubo) yang muncul di leher korban, ketiak ataupun pangkal paha.
Penyakit ini tumbuh dengan berbagai ukuran, dimulai dari sebesar telur hingga
sebesar apel. Meskipun beberapa orang selamat dari penderitaan, wabah penyakit
ini biasanya hanya memberikan harapan hidup satu minggu pada korban. Penyebaran
wabah Pes bermula dari seranggga (umumnya kutu) yang terinfeksi melalui kontak
langsung dengan hewan pengerat termasuk diantaranya tikus dan marmot yang terinfeksi wabah. Setelah tikus
tersebut mati, kutu menggigit manusia dan menyebarkannya kepada manusia.
Varian kedua
merupakan wabah Pneumonia yang menyerang sistem pernapasan dan disebarkan
hanya dengan menghirup udara yang dihembuskan melalui korban. Wabah penyakit
ini jauh lebih mematikan dibanding wabah Pes, harapan hidup hanya dapat diukur
dalam satu atau dua hari. Varian ketiga merupakan penularan wabah Septicemia, wabah ini
menyerang sistem darah. Berbeda dengan kedua wabah lainnya, varian ini dapat
menyebar melalui gigitan serangga atau hewan pengerat yang telah terinfeksi,
atau melalui kontak dengan manusia yang telah terinfeksi lainnya.
Akibat The Black Death
Tingkat Kematian
Tingkat
kematian dari wabah ini sangat bervariasi di seluruh daerah dan berbeda
tergantung sumbernya. Diperkirakan wabah ini membunuh kurang lebih 200 juta
orang pada abad ke-14.
Wabah ini
membunuh sekitar 40% populasi Mesir pada saat itu. Setengah populasi penduduk Paris
meninggal, Florence Italia kehilangan populasinya dari 110 ribu
orang pada tahun 1338, menjadi sekitar 50 ribu orang pada tahun 1351.60%
penduduk Hamburg dan Bremenmeninggal.
Sebelum tahun 1350, terdapat sekitar 170.000 penduduk di Jerman, dan
angka ini berkurang hampir 40.000 pada 1450. Pada
tahun 1348 wabah ini menyebar dengan sangat cepat sebelum para dokter atau
pemerintah dapat mengetahui asal wabah tersebut, populasiEropa telah berkurang sepertiganya. Pada
kota yang padat, sangat umum ketika setengah penduduknya meninggal karena wabah.
Orang Eropa yang tinggal di daerah yang terisolasi tidak mengalami kerugian
separah yang di kota. Salah satu pihak yang tingkat kematiannya juga tinggi
adalah rahib dan biarawan, karena biasanya mereka yang merawat korban Maut
Hitam.
Di Kawasan
Asia Tenggara termasuk diantaranya Indonesia, belum ditemukan bukti terutama
bukti tertulis mengenai keberadan Maut Hitam dan akibatnya kepada populasi
penduduk. Hal ini cukup mengherankan mengingat Asia Tenggara terutama
Indonesia, termasuk kedalam jalur laut pada Jalur Sutra.
Ramainya perdagangan antara Arab, India, dan Cina, membuat Indonesia sangat
berpotensi untuk terkena wabah ini. Terdapat beberapa teori mengenai asal Maut
Hitam yang berasal dari kawasan Asia Tenggara, tetapi teori-teori ini belum
dapat dibuktikan secara pasti.
Penelitian
Sharon N DeWitte dari University of South Carolina telah memberi dimensi baru
dalam mempelajari wabah Maut Hitam dan memberi tampilan pertama kehidupan
perempuan dan anak-anak selama wabah melanda. Penelitian tentang Maut Hitam
jarang terjadi karena sampel yang digunakan sangat jarang, hanya beberapa
sampel besar yang jelas berasal dari abad ke-14 saat Maut Hitam terjadi.
Menurut analisis Sharon Dewitte, Maut Hitam yang terjadi pada abad ke-14 bukan
wabah pemusnah massal, melainkan ditujukan kepada orang yang lebih lemah dari
segala sisi termasuk usia dan fisik. Orang yang selamat dari Maut Hitam
mengalami masa perbaikan kesehatan dan berumur panjang dimana rata-rata tutup
usia berkisar 70 hingga 80 tahun dibandingkan orang yang hidup sebelum wabah
melanda. Kondisi fisik membantu kelangsungan hidup pasca Maut Hitam, dimana
kesehatan tidak selalu sama tetapi menjelaskan kondisi daya tahan tubuh
bertahan dalam melawan wabah penyakit yang berulang. Secara langsung maupun
tidak langsung, wabah Maut Hitam sangat kuat membentuk pola kematian
berkelanjutan selama beberapa generasi setelah berakhirnya epidemi.
Penganiayaan
Fanatisme dan dan semangat akan religi berkembang
terutama di Eropa karena Maut Hitam. Beberapa kelompok masyarakat Eropa
menyerang kelompok tertentu seperti orangYahudi,
biarawan, orang asing, pengemis, dan peziarah. lepers Mereka mengira bahwa dengan melakukan
itu, akan membantu mengatasi masalah wabah. Pengidap penyakit Kusta dan orang-orang yang memiliki kelainan
kulit atau yang memiliki jerawat yang parah, biasanya akan dikucilkan.
Karena para
dokter pada abad ke-14 kehabisan ide untuk menjelaskan mengenai penyebabnya,
masyarakat Eropa mulai mengubah sudut pandang kepada astrologi, gempa bumi, dan
sumur yang dicemarkan oleh orang Yahudi sebagai alasan untuk penyebab wabah.
Pemerintah di Eropa tidak dapat menyelesaikan masalah karena mereka tidak tahu
mengenai penyebab dan cara penyebarannya.Mekanisme penyebaran wabah pada abad
ke-14 tidak dimengerti oleh orang pada saat itu. Banyak orang kemudian
menyalahkan bahwa ini adalah kemarahan Tuhan.
Ada banyak
serangan terhadap masyarakat Yahudi. Pada
bulan Agustus 1349, komunitas Yahudi di Mainz dan Cologne dimusnahkan. Sebelumnya pada bulan
Februari, penduduk Strasbourg membunuh 2.000 penduduk Yahudi untuk
alasan yang sama. Hingga
tahun 1351, 60 Komunitas besar dan 150 komunitas kecil Yahudi telah dimusnahkan.
Kehilangan Norma Dan Sosialisasi Masyarakat
Giovanni Boccaccio, seorang penulis asal Italia
hidup melalui wabah karena melanda kota Florence pada tahun 1348. Pengalaman ini
mengilhaminya untuk menulis ‘The Decameron‘, kisah
tujuh pria dan tiga wanita yang melarikan diri dari wabah penyakit dengan
melarikan diri ke sebuah villa di luar kota. Cerita Giovanni sangat
menggambarkan keadaan abad pertengahan di Eropa pada waktu itu.
Masing-masing
warga menghindari warga yang lain, hampir tidak ada tetangga yang saling
berhubungan, saudara tidak pernah menghubungi atau hampir tidak pernah
mengunjungi satu sama lain. Wabah penyakit ini lebih buruk dan luar biasa
hingga menyebabkan ayah dan ibu menolak untuk menjenguk anak-anak mereka yang
terjangkit wabah, seolah-olah mereka tidak miliki anak.
Banyak pria
dan wanita jatuh sakit, dibiarkan tanpa perawatan apapun kecuali dari rasa
sosial teman (tapi hanya sedikit), meskipun banyak yang mencoba membayar dengan
upah tinggi tapi tidak memiliki banyak kesempatan memperolehnya.
Nasib yang
sangat menyedihkan menimpa kalangan kelas bawah dan sebagian besar kelas
menengah. Kebanyakan dari mereka tetap tinggal di rumah, hidup dengan
kemiskinan dan harapan keselamatan, ribuan orang jatuh sakit. Mereka tidak
mendapatkan perawatan dan perhatian, hampir semua penderita wabah penyakit
meninggal. Banyak yang mengakhiri hidup di jalan-jalan malam hari dan siang
hari, meninggal di rumah-rumah mereka yang diketahui mati karena tetangga
mencium bau mayat membusuk. Mereka yang lebih peduli tergerak oleh amal agama
akan menyingkirkan mayat-mayat yang membusuk. Dengan bantuan porter, mereka
membawa mayat (yang terkena wabah penyakit) keluar dari rumah dan meletakkannya
di pintu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar